Kamis, 31 Juli 2014

Pesta kembang api

Sesekali kau perlu diam sendiri, sekedar menarik nafas dalam dan menikmati diri sambil melihat pesta kembang api di luar sana. Aku suka sekali kembang api. Bagaikan melihat semburan bintang warna-warni digelapnya malam. Hanya beberapa detik hingga akhirnya mereka semua hilang dari pandangan. Ini malamku bersama angin dingin yang membelai kulit wajahku. Seperti biasa sambil menulis skenario dalam kepala ku. Untuk kembali menjalani kehidupan drama yang masih kau pemeran utamanya. Malam ini aku merindu.

Minggu, 20 Juli 2014

Cerita di perjalanan.

"Mungkin mulai hari ini kita mulai jalan sendiri, tanpa peduli satu sama lain."
Sejak saat itu, maka aku dan dia berjalan pada jalur yang berbeda. Tanpa saling melirik apalagi saling berpegang tangan seperti dahulu. Dia tak pernah melihat aku yang sering kali mudah lelah dalam melewati jalan yang dia pilihkan untukku. Sering kali aku terduduk, terkadang menoleh ke arahnya. Seharusnya aku belajar dari nya, bagaimana caranya meninggalkan. Meninggalkan kenangan yang terus menarikku untuk menoleh ke belakang. Aku menangis, tapi jangan anggap aku lemah. Aku merindu, walau tak tahu padanya atau sang kenangan.

...

Kemarin aku melihatnya, di sebuah bangku taman di sudut kampus bersama dengan yang lain. Dia tampak tak terlau bahagia. Tapi dia tampak memandang wanita itu, sedangkan kehadiranku hanya seolah angin yang tak terdengar. Sakitnya datang dengan perlahan, tanpa tahu kapan akan hilang.

...

Aku tetap berjalan maju, walaupun begitu lambat dan terseok. Walaupun penuh luka, namun aku telah berjalan sejauh empat langkah. Maka aku harus berbangga diri dengan pencapaian ini. Meski garis awal ini masih terlihat jelas dan bahkan bayang garis akhir belum terlihat. Tapi hari ini aku begitu lelah, aku menangis lagi, aku merindu lagi. Aku kehilangan cara untuk berjalan maju, sesungguhnya aku ingin berbalik mencari jalan ke arahmu. Tapi garis awal itu telah hilang, maka aku tak punya pilihan selain maju.

...

"Perlu gue bantu?"
Aku menoleh ke belakang, sembari kedua tangan masih sibuk menjaga map-map penting ini agar tidak jatuh berserakkan. Seorang pria dengan mata kecil berhias kaca mata, masih tersenyum sambil nengulurkan tangannya. Beberapa detik ku habiskan hanya untuk meyakinkan siapa dirinya. Aku mengenalnya. Seorang penulis muda yang aku kagumi sejak bangku kuliah.
"Gue Albi"
Aku mulai tersadar dan berdiri sambil masih menjaga map-map liar ini yang menbuatku tak bisa menggapai tangannya.
"It's okay."
Aku hanya sempat menyebutkan namaku dengan pelan dan gugup. Kemudian tanpa aba-aba dia mengambil map-map liar di tanganku, kemudian mempersilahkanku untuk mulai berjalan. Aku masih terdiam, berjalan lurus ke arah meja kerjaku. Berjalan beriringan dengannya tanpa bicara sepatah katapun, membuatku semakin gugup. Setiap aku melirik ke arahnya, dia hanya tersenyum.

...

Langkah kelima, keenam, ketujuh, sedikit demi sedikit menjadi lebih mudah. Aku mulai melihat banyak hal, dan semakin sedikit menoleh ke belakang. Jalan yang tadinya hanya dipenuhi pasir dan kerikil, kini mulai menjurus ke jalan mulus. Bayang garis akhir jalan ini masih belum terlihat, memang masih begitu jauh. Tapi paling tidak aku mulai melihat yang lain, pejalan lain yang memilih jalan yang sama denganku, jalan bagi orang yang memilih menjadi tidak percaya pada perasaan yang mereka sebut cinta.

Sabtu, 19 Juli 2014

Peri Kecil

Selamat datang dalam dunia mimpi seorang peri kecil yang berharap berubah menjadi bidadari.
Khayal membawanya terbang jauh hingga menembus batas-batas tak terlihat.
Bersama sayap baru yang mempesona, dia terbang melintasi langit.
Berpindah-pindah menuju belahan dunia yang tak dia kenali.
Dalam perjalanannya dia bertemu dengan manusia yang menahan perasaannya.
Kemunafikan menemukannya dengan perasaan yang mereka sebut dengan cinta.
Rasa yang membutakan mata serta menutup daun telinga.
Dia hanyut dalam keindahan semu yang ditawarkan manusia.
Lupakah bahwa kau berbeda dengan manusia?
Lupakah bahwa cinta tak selamanya membawa indah?
Lupakah bahwa kau tak pernah menjadi bidadari?
Maka ini hanyalah khayalku....

Jumat, 18 Juli 2014

Tiga Partikel

Kisah ini bercerita tentang Daun bersama Bintang dan Matahari.
Disuatu masa yang kita anggap tak biasa.
Ketika daun dalam keheningan malam menatap indahnya langit berhiaskan Bintang.
Ketidaksadarannya memakan waktu begitu cepat, maka malam berlalu.
Berganti siang yang begitu cerah bersemangat.
Daun terhanyut pada keceriaan perubahan yang tak selamanya membawa tawa.
Terik Matahari mengeringkan sang Daun dan membuatnya rapuh.
Maka Matahari pergi tanpa salam di kala senja.
Malam kembali menghadirkan Bintang, yang indahnya tak pernah terlupa oleh Daun, hanya sempat tersilaukan.
Angin malam yang dingin tanpa pamrih memberi secercah harapan.
Bahwa kenyataan yang mungkin terlupa, Daun bernafas dimalam hari.

Kamis, 17 Juli 2014

Rasa Cinta

Mari kita bicara tentang cinta yang telah begitu tersohor namanya di seluruh dunia.

Aku bukan lah Afrodit si dewi cinta yang bisa memberikanmu defenisi tentang cinta.
Aku bukan pula penulis roman yang bisa menceritakan padamu rasanya cinta.
Aku hanya pernah mendengar orang dari seluruh dunia bercerita tentang cinta.

Mereka bilang, kupu-kupu akan berterbangan di perutmu ketika kau jatuh cinta.
Mereka bilang, semakin kau bertemu dengan dia yg kau cinta maka akan semakin rindu yang kau rasa.
Mereka bilang, jatuh cinta berjuta rasanya.
Mereka bilang, setiap melihat matanya maka kau akan lihat dunia.

Kemudian aku bertemu kamu...
Kamu yang menumbuhkan taman tulip di hatiku, hingga seluruh kupu-kupu tenang di perutku terbang ke sana.
Kamu yang membuatku menghabiskan waktuku memandangmu, dan tak pernah cukup.
Kamu yang memberiku rasa yang tak pernah aku rasa.
Kamu yang matanya tak pernah bosan ku kagumi hingga selalu secepatnya jantung ini berdegup.

Maka aku hanya pernah mendengar orang lain berbicara tentang rasanya jatuh cinta.
Maka mungkin lain kali akan ku ceritakan padamu, rasanya jatuh cinta.

Minggu, 13 Juli 2014

Mereka Bilang

Derap kaki pada papan kayu ini semakin pasti
Tak menuju kemana
Gemericik air di lautan semakin terdengar
Tak miliki arti
Drama adalah aku
Melibatkan kau sebagai pemeran utamanya
Maka matahari adalah aku
Kemudian kau bintang yang miliki cahaya yang serupa
Sejujurnya tak pernah beriringan
Mereka bilang aku terjatuh dan lupa untuk bangun
Padahal aku nikmati lukanya
Mereka bilang harusnya aku meninggalkan
Padahal aku yang menahan
Mereka mulai suruh aku basuh wajahku tiga kali
Percuma, jika pada akhirnya hati ini punya kuasa mutlak
Atas diriku dan langkahku
Karena setiap aku menutup mata, matanya di sana.